Minggu, 27 November 2011

Adam Smith; Si Linglung Yang Menggemparkan Dunia



Adam Smith; si Linglung yang Menggemparkan Dunia [*]

Oleh Andi Tri Haryono[1] pada 6 Oktober 2011



Mempelajari sejarah pemikiran ekonomi, sebagai pijakan tentunya harus terlebih dahulu melintasi rel muasal kata ekonomi, sebab kata ekonomi sendiri tidak begitu saja lahir dari ruang-ruang ataupun peradaban modern, akantetapi sejak zaman yunani istilah ini sudah mulai dikumandangkan. Kalau coba kita telisik, kata “ekonomi” berasal dari bahasa Yunani “Oikonomia” yang berarti seni pengelolaan rumah tangga. Bahkan Aristoteles berbicara hal itu, misalnya ia memandang oikonomia adalah ilmu tentang bagaimana bertahan hidup, sementara politik adalah seni hidup yang baik (eudaimonia)[2]. Setidaknya pendapat yang diungkapakan oleh Aristoteles hanya merupakan sebuah argumentasi yang dapat dijadikan rujukan historitas, meskipun sangat dangkal manakala memaknai ilmu ekonomi hanya sebatas ilmu yang diciptakan sebagai solusi untuk survive (bertahan hidup).

Ya.., tentunya kita sadar mungkin saja saat itu Aristoteles hanya sebatas memotret kondisi masyarakat Athena waktu itu. Sebuah tindakan yang tak adil manakala kita menghakimi Aristoteles terkait pandangannya terhadap urgensi ilmu ekonomi pada masanya dengan konteks ilmu ekonomi hari ini, mengigat ekonomi sekarang sudah menjadi sebuah studi etis yang benar-benar merobohkan tembok-tembok atau sekat antar disiplin. Ekonomi benar-benar sebuah kajian yang berfungsi menjadi urat nadi bagi kehidupan, terlepas dari semua polemik tentang perdebatan antara cara pandang rasionalitas dan dominasi kuantifikasi dalam ilmu ekonomi. Namun itu semua seolah menjadi pertanda bahwa ekonomi tidak hanya merupakan jalan fikiran semata, melainkan menjadi pandangan dunia, kita tidak dapat menafikan bagaimana arti hadirnya ilmu ekonomi dalam kehidupan. Dalam paper yang saya sajikan kali ini, akan mencoba mengawalinya dengan mengarungi anasir-anasir alam fikir seorang ekonom besar, yaitu Adam Smith.

Setidaknya dari Adam Smith lah kita akan mengawali pelayaran mengarungi samudra pemikiran ekonomi yang sangat hampar dan luas, sejarah telah menorehkan catatanya; bahwa Adam Smith merupakan salah satu pemikir ekonomi yang tentunya tidak dapat kita sangkal keberadaanya. Anasir pemikirannya nampaknya menjadi pusat orbit sejarah pemikiran ekonomi, meskipun sedikit orang mengetahui bahwa Smith tidak hanya mempelajari ekonomi semata, akan tetapi dia juga memiliki proyek pribadi membangun teori komprehensif tentang semesta atau kosmologi yaitu terkait dengan minatnya terhadap ilmu astronomi yang dibuktikan dengan esei-esei tentang sejarah astronomi.

Sebelum mengatakan tentang the invisible hand smith terlebih dahulu telah mengemukakan pendapatnya yang terkait dengan sejarah astronomi yaitu dalam manuskiripnya “History of Astronomy” yang di publikasikan pada tahun 1795, dalam manuskrip itu dimana dia mendiskusikan tentang praktek tahyul orang-orang terhadap pandangan mereka tentang ritual menyembah berhala ataupun sejenisnya, mereka tidak mempercayai segala sesuatu yang berasal buatan atau ciptaan tuhan yang tak terlihat, smith mengatakan:

“Among savages, as well as in the early ages of Heathen antiquity, it is the irregular events of nature only that are ascribed to the agency and power of their gods. Fire burns, and water refreshes; heavy bodies descend and  lighter substances fly upwards, by the necessity of their own nature; nor was the invisible hand of Jupiter ever apprehended to be employed in those matters”. (Smith 1982, 49)[3].           

Niatnya untuk melanjutkan proyek pribadinya yang terkait dengan pengembangan ilmu astronomi terpaksa dia tanggalkan karena harus merampungkan magnum opus-nya (The Wealth of Nations) yang ketika itu hendak dipersiapkan untuk menjadi bestseller. Begitu banyak prasasti yang menjadi saksi bahwa sang profesor Skotlandia ini adalah seorang maestro ekonomi, baik yang menyangkut perihal kehidupannya hingga pemikiranya tentu tidak bisa tuntas dalam satu atau dua jam diskusi saja, akan tetapi perlu waktu lama untuk mengenalinya dan tentunya untuk bersenggama dengan pemikiran-pemikiranya.

I
Adam Smith adalah :
Sosok yang Misterius dan Eksentrik
Untuk mengenal lebih jauh siapa sejatinya sang profesor ini, tentunya lebih tepat manakala didahului dengan anggapan bahwa kita seolah-olah ingin kembali pada abad 18 atau tahun 1723. Pada tahun itulah babak pertama tentang cerita ekonomi modern dimulai, babak baru itu muncul manakala lahir seorang anak laki-laki berbadan kecil dan beramput kriting lahir dan menatap matahari kota Kirkcaldy, Skotlandia. Adam Smith kecil memendam cerita buruk, manakala dia berusia empat tahun diculik oleh seorang gybsi, untung saja nasib buruknya untuk menjadi anak gybsi yang miskin tidak terjadi, karena gybsi tersebut mengembalikan Smith pada orang tuanya, hingga Smith menjadi sosok dewasa hanya Ibu dan buku-bukunyalah yang menjadi sosok yang paling dekat dengan Adam Smith.  

Ketika Smith tumbuh menjadi pemuda dewasa, ternyata kehidupan percintaanya tidak pernah terdengar, karena tidak satupun sejarahwan mengatakan kalau dia pernah menikah, meskipun dia memiliki banyak kenalan wanita. Seorang novelis Madame Riccoboni setelah bertemu dengan Adam Smith di Paris pada mei 1776 ia menggambarkan bahwa sosok Adam Smith adalah sosok yang selalu berbicara keras, giginya yang besar-besar kelihatan, dan wajahnya sama jeleknya dengan setan, ia juga dia kenal sebagai manusia paling linglung, tetapi dia juga sosok yang paling menyenangkan ungkapnya, (Muller, 1993: 16)[4]. Kehidupan pribadi dan cintanya memang sangat misterius, karena tak satu pun sejarahwan berhasilkan menggambarkan dan mengumpulkan data-data secara komprehensif terkait riwayat sang profesor asal Skotlandia itu.

Dengan segala keterbatasan data yang saya kumpulkan terkait riwayat kehidupan sang profesor, maka saya tidak punya pretensi untuk menggambarkan siapa sebenarnya Adam Smith itu, dan bagaimana riwayat selama hidupnya, kita hanya menyadari bahwa dia banyak memberikan inspirasi dan membuka jalan fikir para pemikir-pemikir ekonomi sesudahnya. Meskipun telah digambarkan oleh kawannya David Hume, Adam Smith acap kali diejek oleh Hume sebagai seorang yang sangat tertutup, meskipun sesekali Smith dalam waktu senggangya sering mengunjungi club-club seperti Poker Club, Club of Edenburgh, London Literari dan Johson Club[5].

Tentunya kita juga telah mengenal sosok Adam Smith adalah sosok yang sangat kritis dan kontrofersial. Dia menjadi sanagat kontrofersial manakala dalam magnum opusnya (The Wealth of Nations) menyatakan tentang kecamannya terhadap para profesor-profesor di Universitas, meskipun dia sendiri adalah seorang profesor, dalam The Wealth of Nations edisi Modern Library halaman 720 dia mengatakan:

“If the teacher happens to be a man of  sense, it must be an unpleasant thing to him to be conscious, while he is lecturing his students, that he is either speaking or reading nonsense, or what is very little better than nonsense. It must too be  unpleasant to him to observe that the greater part of his students desert his lectures; or perhaps attend upon them with plain enough marks of neglect, contempt, and derision. . . . The discipline of colleges and universities is in general contrived, not for the benefit of  the students, but for the interest, or more properly speaking, for the ease of the masters” (Smith, 1965 [1776] p 720)[6].


Pernyataan Adam Smith tentunya benar-benar menohok institusi pendidikan terutama kampus saat itu, kritik yang di lontarkan smith kala itu seolah menyakiti setiap dosen/profesor-profesor yang ada di Universitas kala itu, jika kita refleksikan dengan kondisi pendidikan sekarang, tentunya sangat jelas bahwa kecaman Adam Smith masih sangat relevan, sangat kontradiktif memang karena Adam Smith sendiri adalah seorang profesor. Seorang ekonom besar yang juga pernah meraih nobel ekonomi J. Stigler juga termasuk penggemar The Wealth of Nations, menyarankan dan merekomendasikan bahwa karya Adam Smith tersebut wajib untuk dibaca kecuali pada halaman 720[7]. Tentunya sah-sah saja manakala J. Stigler memiliki pandangan berbeda terhadap penilaian Adam Smith, terkait dengan pandangan serta kritiknya terhadap dunia kampus yang kini dihiasi dengan realitas bahwa dosen ataupun profesor tidak memberikan perkuliahan yang memancing dan menarik minat mahasiswanya untuk berfikir kreatif dan menyampaikan ide-ide yang fresh, solutif terhadap problem-problem sosio-kultural.          

Sahabat dekatnya David Hume menilainya sebagai pribadi yang sangat tertutup, hanya kita bisa mengenalnya dari ibunya dan manuskrip-manuskripnya sebagai kesaksian hidupnya. Memang sangat sulit untuk kita mengnal lebih jauh siapa Adam Smith itu, tapi setidaknya kita telah mencoba sedikit mengumpulkan serpihan-serpihan atau puing-puing sejarah dan cerita kehidupan tentang Adam Smith, meskipun dalam konteks ini saya hanya sedikit menggambarkan tentang riwayat sang profesor. Akan tetapi kita dapat mengenal Adam Smith dari pemikiran-pemikirannya yang tertuang dalam magnum opus-nya.

Dia adalah Orang Linglung 
Professor  fisafat moral asal Skotlandia ini benar-benar memilki kepribadian yang unik dan eksentrik, baik dari performa dan penampilan secara retorika, meskipun tergagap-gagap dalam berbicara, akan tetapi dia memiliki kejeniusan. Kawan-kawan dekatnya mengenal sang professor ini sebagai orang yang sangat linglung, buku dan paper-papernya berserakan dimana-mana, sedari masa kanak-kanak dia punya kepribadian yang unik, dia sering berbicara dengan kawan imajinernya. Banyak kejadian-kejadian aneh yang dialami oleh kawan-kawannya selama mereka mengenal Adam Smith. Seberapa uniknya kepribadian sang pemikir ini sampai-sampai seluruh umat dunia banyak membicarakannya? Jawaban pertanyaan itu tidak dapat terjawab melalui forum ini, dalam forum ini kita hanya belajar sedikit mengenali siapa sang professor ini. Meskipun linglung tetapi dari pemikirannyalah babak baru tentang sebuah peradaban dunia tertoreh.             

Penentang Merkantilisme
Kritik The Wealth of Nations lahir dari rahim kegelisahan Adam Smith yang ketika itu banyak dipengaruhi dokrin merkantilisme yang sangat hegemonial. Pada masa itu sumber kemakmuran diukur dari jumlah emas atau perak yang dimiliki, maka tidak dapat kita bayangkan bagaimana kondisi waktu hampir semua negara berkompetisi untuk mengumpulkan emas dan perak sebagai simbol kekayaan dan kemakmuran suatu negara. Bahkan negara penganut merkantilisme rela untuk mengirimkan utusan untuk ekspedisi, bahkan mengorbankan apa saja termasuk perang demi kepentingan mengumpulkan kekayaan mereka. Selain itu juga merkantilis menekankan adanya perdagangan yang harus seimbang dalam artian jumlah emas harus selalu tetap dan tidak oleh berkurang. Adam Smith mengungkapkan “The great affair, we always find, is to get money” Smith memaparkan dalam The Wealth of Nations (398)[8]. Pada saat itu memang sangat kentara sekali keserakahan merkantilis juga sangat hegemonial  karena pada dasarnya negara hanya berprinsip untuk memperbesar eksportnya saja dan tanpa melakukan upaya keseimbangan untuk kebijakan melakukan inport.

Dalam konteks ekonomi makro adanya perdagangan antar negara, ataupun jenis perdangangan yang bersifat regional dan internasiaonal dewasa ini tentunya tidak serta merta lahir dari sebuah ruang hampa, akan tetapi lahir dari rahim kegelisahan, ide serta jasa besar seorang Adam Smith. Dalam The Wealth of Nations banyak sekali kritik yang muncul untuk menyuarakan adanya perdagangan antar negara yang saling menguntungkan. Smith menggambarkan bahwa prinsip merkantilisme pada waktu itu bertentangan dengan perdangan :

  • Restraints upon imports for home consumption that could be produced domestically;
  • Restraints upon imports of all goods from particular countries with which a country has an imbalance of trade;
  • Restraints imposed by means of high duties and outright prohibition;
  • Encouragement of exports by drawbacks, bounties, advantageous trade treaties with certain countries and by establishing colonies;
  • Drawbacks on the duties and excise on home manufactures when exported and when imported materials or manufactures, subject to duties on importation, are re-exported;
  • Bounties given to encourage new (today:‘infant’) industries, or any industry judged to deserve specific favours;          
  • Advantageous treaties of commerce to particular merchants inpartic- ular countries beyond that accorded to all other countries and their merchants;
  • Monopoly privileges for the goods of merchants from the country that establishes colonies (WN 450–1)[9].            

Ketidak sepahaman Adam Smith dengan kebijakan-kebijakan merkantilis yang tertuang dalam WN seolah-olah menjadi angin segar untuk bangkitnya era perdagangan bebas (perdagangan antar negara ketika) kala itu. Banyak hal-hal yang harus dipertimbangkan manakala sebuah negara harus membatasi perdagangan antar negara, karena setiap negara tentunya banyak memiliki perbedaan sumber daya yang dimiliki.


II
Adam Smith dalam Ide, Pemikiran Serta Kritiknya:
Mendukung Perdagangan Bebas
Kritik sang filsuf skotlandia terhadap merkantilis berlanjut lagi pada kritiknya absurditas perdagangan yang seimbang, smith menganalogikan bagaimana sistem merkantilis bersikukuh untuk memproduksi (menanam anggur) padahal lahan di Skotlandia jelas-jelas sangat tidak ber-potensi untuk menanam buah tersebut. Rasa ketidak puasan Adam Smith memang banyak ia tuangkan dalam karya-karyanya, dan saya rasa itu memang sudah menjadi panggilan hati dari seorang intelektual atau pemikir.

Ketidak merataan sumber daya alam memang menjadikan kita untuk tidak sanggup lagi menafikan adanya sebuah perdagangan yang saling menguntungkan, dan setiap negera pasti memiliki sebuah upaya untuk melakukan serangkaian aktivitas produksi untuk memenuhi segala macam kebutuhan dalam negeri ataupun luar negeri. Maka dengan adanya hambatan perdagangan melalui berbagai macam upaya pembatasan perdagangan jelas mempengaruhi kedua negara atau beberapa negara yang hendak bekerja sama melakukan perdagangan itu mengalami semacam penyakit yang kronis yaitu ketidak mampuan mereka untuk berproduksi. Mungkin dari sinilah awal bagaimana Smith mengumpulkan kritik-kritik tajamnya terhadap upaya merkantilis untuk membatasi perdagangan, kemudian kritik itu dia ungkapkan pada WN, sang profesor linglung itu mengatakan bahwa :

“By means of glasses, hotbeds, and hotwalls, very good grapes can be raised in Scotland, and very good wine too can be made of them at about thirty times the expence for which at least equally good can be brought from foreign countries. Would it be a reasonable law to prohibit the importation of all foreign wines, merely to encourage the making of claret and burgundy in Scotland? But if there would be a manifest absurdity in turning towards any employment, thirty times more of the capital and industry of the country, than would be necessary to purchase from foreign countries an equal quantity of the commodities wanted, there must be an absurdity, though not altogether so glaring, yet exactly of the same kind, in turning towards any such employment a thirtieth, or even a three hundredth part more of either. Whether the advantages which one country has over another, be natural or acquired, is in this respect of no consequence. As long as the one country has those advantages, and the other wants them, it will always be more advantageous for the latter, rather to buy of the former than to make. It is an acquired advantage only, which one artificer has over his neighbour, who exercises another trade; and yet they both find it more advantageous to buy of one another than to make what does not belong to their particular trades”. [Smith, 1776, 1:423–24][10]

Anasir-anasir pemikiran Smith nampaknya seperti sebuah nyala api yang mengobarkan semangat untuk melakukan serangakaian kritik dan penolakan terhadap merkantilis sebagai menjadi simbol kekuasaan negara yang tiran. Se-gepok pertanyaan yang muncul adalah bagaimana seandainya Smith kala itu tidak melakukan kritik terhadap merkantilis? Mungkin kondisi perekonomian dunia akan memiliki narasi yang berbeda dengan sekarang (perdagangan bebas), karena tentunya kita sadar bahwa, gaung yang dikumandangakan oleh Adam Smith telah menjadi starting point sebuah peradaban besar di muka bumi ini, setidaknya dia telah membuka celah untuk memberikan kebebasan perekonomian kepada masyarakat, bahkan di sepanjang di karyanya WN Smith senantiasa memperjuangkan misinya untuk mencapai prinsip kebebasan alamiah, dia selalu member contoh dalam kerja sama perdanagan Inggris dan Perancis, karena dianggapnya negara tersebut benar-benar memiliki ketergangtungan dalam masalah pemenuhan faktor-faktor produksi dan pergangan secara umum.

Ide terkait perdagangan bebas yang diwariskan oleh Adam Smith telah mejadi saksi dalam laju perkembangan perekonomian dunia saat ini, data terkait perkembangan perekonomian dunia dari tahun 1100-1995 digambarkan melalui grafik berikut ini :
[11]

Grafik tersebut menunjukan bahwa setelah lahirnya WN 1776 pertumbuhan perekonomian di Inggris mengalami kemajuan yang sanagat pesat. Ini berarti bahwa tahun tersebut menjadi sebuah starting point dimulainya babak baru perekonomian dunia (perekonomian modern) dan juga menjadi titik balik (turning point) sejarah peradaban manusia di muka bumi. Pada masa itu juga menjadi semacam simposium yang mempertautkan antara kebebasan berpolitik dan kebebasan ber usaha, lahirnya WN juga menjadi reaktor untuk lahirnya reolusi industri di Inggris. Dan sekarang kita dapat melihat karya sang profesor linglung dari Skotlandia itu menjadi sangat monumental. Meskipun dalam tahap berikutnya ide-ide Adam Smith banyak mendapatkan kritikan dan perlawanan dari para pemikir ekonomi sesudahnya terutama dari aliran pasca adam Smith, namun bagaimanapun kritik yang dilontarkan terhadap smith yang telah memicu pasar global ke permukaan sejarah dunia, akan tetapi dari Smith pula kita tidak bisa mengelak bahwa lahirnya The Wealth of Nations juga menjadi titik mangsa dari awal globalisasi.       

Tiga Senyawa Pemikiran Ekonomi Klasik ala Adam Smith
Peta pemikiran ekonomi klasik ala Adam Smith dapat kita bagi menjadi tiga unsur (senyawa) terkait bagaimana sumber kekayaan dan kemakmuran dapat diperoleh melalui kapitalisme dan pasar bebas, ketiga senyawa itu adalah : pertama dia membicarakan kebebasan (freedom), kedua kepentingan diri (self-interest), ketiga persaingan (competition). Ketiga konstruksi tersebut yang menjadi sebentuk tiang pengokoh untuk bangunan-bangunan pemikirannya.
  1. Kebebasan (freedom)
 Dalam konteks ini istilah kebebasan (freedom) yang dimaksud oleh Smith adalah kebebasan dalam porsinya untuk mendapatkan hak untuk memproduksi, menukar (memperdagangkan) produk, tenaga kerja dan kapital. Analisis situasi ketika itu adalah Smith semakin gusar dengan keadaan merkantilis yang membatasi perdagangan, membatasi produksi, serta Negara melarang warganya untuk bekerja mempekerjakan para buruh di sector swasta dan idustri. Dalam ide-idenya dia selalu menekankan kebebasan pada individu atau setiap orang untuk berproduksi dan memenuhi kebutuhannya, akan tetapi  Smith menekan pada prinsip agar para borjouis memiliki kesadaran agar tidak semata-mata memprioritaskan keuntungan dari laba produksi mereka, itulah yang Smith maksud sebagai pemerataan sumber kemakmuran. Dalam WN ia mengatakan: “To prohibit a great people, however, from making all that they can of every part of their own produce, or from employing their stock and industry in the way that they judge most advantageous to themselves, is a manifest violation of the most sacred rights of mankind(372)[12]
Namun sejarah telah menorehkan cerita yang berbeda, ketika pada perkembangannya pemikiran-pemikiran Adam Smith dijadikan sebagai pembenaran untuk para kaum burjuis dalam mengokohkan faktor-faktor produksi yang mereka miliki, demi mendapatkan kekayaan yang melimpah dan berlindung dibawah rindangnya sumber-sumber kapitalisme yang mereka miliki, akan tetapi pemikiran Adam smith lah yang menjadi pelataran untuk berkumpulnya kritik-kritik ekonomi oleh para pemikir setelah Smith terutama lahirnya kritik ekonomi kalsik oleh max dan kawan-kawan.          
  1. Kepentingan Diri (self-interest) 
Anasir pemikiran Adam Smith yang kedua ini (self-interest) adalah dihembuskanya nafas tentang refleksi terhadap adanya pengakuan hak seseorang untuk melakukan usaha sendiri dan membantu kepentingan orang lain. Dalam konteks ini Adam Smith menyadari bahwa manusia pada dasarnya merupakan subjek yang memiliki tingkat kesadaran akan pemenuhan kebutuhan idividunya, dia menganalogikan dengan kiasan dengan perilaku anjing , Smith mengatakan No body ever saw a dog make a fair and deliberate exchange of one bone for another with another dog (9)[13].
Kemampuan manusia untuk melakukan sebuah aktivitas yang terkait dengan kemampuannya untuk mencita (ber-produksi, dan mengerahkan potensi diri) yang mereka miliki dalam upayanya untuk survive adalah sebuah kenyataan yang tak terelakan. Pada titik tertentu memang upaya untuk survive memang tidak dapat dinafikkan dalam setiap aspek kehidupan manusia mungkin ini yang disebut sebagai upaya eksistensi yang dianjurkan oleh Adam Smith, mungkin ini yang menjadi sebuah cikal bakal dari pendangan JB Say tentang konsep entepreneur. Sebagai seorang profesor filsafat moral pandangan-pandangannya memang senantiasa dihinggapi dengan kesadaran dirinya terhadap cara pandang manusia baik sebagai mahluk sosial dan sebagai mahluk individual. Karena nampak jelas ketika itu dia merasa seorang yang tidak ingin tinggal diam ketika kebijakan-kebijakan yang ditempuh oleh kaum merkantilis hanya akan mengokohkan simbol-simbol dari penguasa (negara).
  1. Persaingan (competition)
 Persaingan yang dimaksud Adam Smith adalah pada dasarnya negara harus memberikan hak atas kebebasan setiap warganya untuk bersaing dalam produksi barang dan jasa yang mereka hasilkan. Persenyawaan dari ketiga hal yang ajukan oleh adam Smith dalam hal ini berpuncak pada adanya kebabasan untuk bersaing secara sehat dan terbuka. Dia menyulam benang-benang kegelisahannya dengan melontarkan kritik terhadap adanya monopoli perdagangan yang dikokohkan oleh merkantilis kala itu. Bagaimanapun dengan kecamannya terhdapa aktivitas monopoli perdagangan tentunya akan merusak sendi-sendi perekonomian dan perdagangan dalam sebuah negara, smith mengatakan Without a monopoly, however, a joint stock company, it would appear from experience, cannot long carry on any branch of foreign trade[14]. Saya mencoba meraba-raba bahwa alam fikir sang profesor yang diikat dalam tali gegelisanhannya sangat relefan dengan kondisi sekarang.    

Manfaat Invisible Hand 
Dari ketiga unsur tersebut  yang telah dibahas di atas akan menciptakan sebuah harmonisasi yang dalam istilah Mark Skousen disebut dengan “Harmoni Alamiah” yang mempertautkan kepentingan antara buruh, pemilik tanah dan kapitalis. Ketiga dokrin ala Adam Smith tersebut akan menghasilkan sebuah istilah yang di ungkapkan oleh Smit sebagai “Invisible Hand” (tangan-tangan gaib).

Andaian smith adalah adanya kepentingan diri dari jutaan orang akan akan membawa pada sebuah titik dimana masyrakat akan memperoleh kemakmuran dan keadilan serta ke stabilan dalam bidang perekonomian tanpa perlu adanya campur tangan dan arahan dari negara. Adam smith dalam magnum opus-nya (The Wealth of Nations) mengatakan: “By pursuing his own self interest, every individual is led by an invisible hand to promote the public interest” (423)[15]

Ada ritme yang mengabstaksikan bahwa dengan penekanan pada dorongan self-interest pada setiap individu akan diarahkan oleh invisible hand dalam istilah Smith, saya mengasumsikan bahwa keadaan perekonomian tersebut akan bekerja sesuai dengan mekanisme pasar ketika ada ruang yang sangat lebar untuk memberikan keleluasaan pada tiga senyawa (kebebasan, kepentingan diri, dan persaingan)  pemikiran ekonomi klasik ala Adam Smith tersebut. Dari sinilah saya akan lahir berbagai macam orbit-orbit pemikiran ekonomi yang lainnya yang akan mewarnai kontestasi sejarah pemikiran ekonomi.

Penutup
Pada dasarnya tulisan yang saya sajikan diatas tidak memiliki pretensi untuk melihat secara detail semua riwayat hidup serta bangunan pemikiran ekonomi Adam Smith, karena sangat tidak tepat kalau saya harus mengraikannya dalam tulisan ini, hal ini dikarenakan saya sendiri masih ter gagap-gagap dalam membaca karya sang maestro kelahiran Skotlandia tersebut.
Namun memalui tulisan ini saya hendak melakukan pelayaran kecil untuk mengarungi alam fikir sang profesor tersebut, dengan harapan dengan sedikit membaca dan mempelajari Adam smith setidaknya saya dapat memulai langkah saya dalam mengkaji ilmu ekonomi khususnya sejarah pemikiran ekonomi. Karena saya sadar bahwa dengan mempelajari Adam Smith maka saya tengah mempersiapkan biduk kecil untuk berlabuh menuju dermaga-dermaga para pemikir ekonomi selajutnya (setelah Adam Smith). Dengan demikian mempelajari Adam Smith adalah sebuah keharusan, keharusan dan keharusan.
Semarang, 06 Oktober, 2011
Salam.........                      

 [*] Sebuah Pengantar untuk Economic Thought Corner; Semacam Pojok studi yang dipersiapkan untuk mempelajari, mengurai dan menggugat alur berfikir para pemikir ekonomi, dari pemikir clasic hingga pemikir-pemikir ekonomi detik ini, yaitu dalam konteks historitas, rasionalitas dan aktualitas,  Pojok studi ini juga meng ikhtiarkan agar tetap mempersoalkan relevansi pemikiran ekonomi dengan isu-isu ekonomi kontemporer.

[1] Mahasiswa Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro, Studi Magister Manajemen, yang merupakan salah satu orang yang merasa dirugikan akibat mahalnya biaya pendidikan.

[2] Tentang pandangan Aristoteles terhadap oikonomia  dapat dilihat dalam catatan Donny Gahral Adian tentang Ekonomi dan kekeliruan rasionalitas ilmiah”, yang di unggah padaSunday, October 31, 2010 at 7:45am

[3]Lihat Mark Skousen, “The big three in economics : Adam Smith, Karl Marx, and John Maynard Keynes”, M.E. Sharpe, Inc., 80 Business Park Drive, Armonk, New York 2007, page 21.   

[4]Lihat Mark Skousen, “The Making of Modern Economics The Lives and the Ideas of the Great Thinkers”, kemuadian dialih bahasakan oleh Triwibowo BS, judul buku itu menjadi “Sang Maestro Teori-teori Ekonomi Modern: Sejarah Pemikiran Ekonomi”, Prenada, Jakarta, Edisi 3, 2009, page 33-34.    

[5] Ibid, page 37

[6] Kurang lebih ungkapan Adam Smith bisa diartikan : Kalau saja pengajar itu orang yang waras, tentu saja dia akan marah saat ia tahu bahwa ketika mereka mengajar mahasiswanya, dirinya ternyata hanya membicarakan membaca hal-hal yang tak berguna, atau hal-hal yang sedikit lebih baik ketimbang omong kosong. Tentu saja dia akan marah ketika tahu bahwa sebagian mahasiswanya meninggalkan kuliahnya; atau mungkin menghadiri kuliahnya tetapi menunjukan tanda-tanda jelas bahwa mereka, mengabaikan, mengejek dan menghina....Disiplin akademis dan Universitas padaumumnya disususn bukan untuk kebaikan mahasiswa, tetapi demi kepentingan atau lebih tepatnya demi kepentingan sang guru. Lihat Opcit, page 13-14.             

[7] Lihat Stigler, George J. 1966. Dalam The Theory of Price. 3d ed. New York: Macmillan. “George Stigler, whose favorite economist was Adam Smith, was known for telling his students at Chicago that he recommended all of The Wealth of Nations “except page 720” (Stigler 1966,168n).

[8] Dari kutipan tersebut persoalan yang selalu kita cumpai adalah mengumpulkan uang”. Itulah yang menjadi sebuah alasan Smith kurang sepakat dengan upaya yang dilakukan oleh merkantilis, asumsi saya adalah ketika itu Adam Smith tidak sepakat dengan upaya negara untuk melakukan berbagai tindakan apapun itu demi terkumpulnya kekayaan negara dalam bentuk uang (ketika itu emas). Lihat Mark Skousen Opcit p 8.


[9] Kebijakan merkantilisme menurut Adam Smith :
  • Mencegah import untuk konsumsi dalam negeri, dapat kebutuhan dalam negeri dapat di penuhi dengan  produk domestik.
  •  Mencegah semua produk dari negara-negara tertentu, karena inmport tersebut mengakibatkan ketidak seimbangan perdagangan (kekayaan negara).
  • Mengendalikan pemberlakuan pajak yang tinggi dan memberlakukan per undang-undangan yang ketat.
  • Memberikan rangsangan ekport dengan memberikan kemudahan dan menentukan kebiajakan dan aturan kolonial.
  • menaikan tarif pajak import dan terus-menerus memproduksi dan hanya meng ekspor, tanpa meng-inport produk (mengakibatkan permasalahan pemenuhan bahan baku industri dalam negeri).   
Lihat, Gavin Kennedy, dalam “Adam Smith A moral Philosopher and His Political Economy”, Palgravemacmillan, New York, N.Y. 2008, p 189-190.


[10] Lihat Lionel Robbins dalam “A history of economic thought” Princeton University Press, Princeton, New Jersey. 1998. P 210

[11] Grafik tersebut saya ambil dari  Opcit, Mark Skousen, p 6

[12] Smit memberikan penekanan: Untuk melarang orang-orang kelas kaya (kelas borjouis), dari semua yang mereka dapat dari setiap produksi mereka, atau dari saham mereka dan industri dalam cara mereka menilai paling menguntungkan untuk diri mereka sendiri, adalah pelanggaran nyata terhadap hak-hak manusia yang paling suci, dikutip dari : Adam Smith, “An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations”, volume I, Edited by R. H. CAMPBELLand A. S. SraNNER, Originally published: Oxford : Clarendon
Press, 1979, p 372.   

[13] Smith dalam analoginya menggambarkan tingkah yang ditunjukan pada anjing dia mengatakan bahwa: tidak ada seorangpun yang pernah melihat anjing untuk membuat kesepakatan untuk menukar sebuah tulang dengan anjing yang lainnya. Analogi tersebut sekiranya dapat menjadi semacam ungkapan yang mengejawantahkan bahwa pada dasarnya manusia memiliki karakteristik sebagai mahluk yang memiliki hasrat untuk menjadi mahluk individu pada titik tertentu, anggapan tersebut menurut saya adalah karena manusia memiliki memiliki mekanisme untktuk berproduksi dan ber karya untuk bisa survive., lihat, ibid, p 9.    


[14] Tanpa sebuah monopoly bagaimanapun sebuah sendi perdagangan pada perusahaan (yang digambarkan melalui pengadaan dan persediaan bahan baku perusahaan serta proses penjualannya) akan menandai tumbuhnya cabang-cabang (ranting-ranting) perdagangan (dalam) dan luar negeri.  Kalimat dan kata dalam kurung ditambahkan oleh penulis. Dikutip dari ibid Smith,1776, p 245.     

[15] Dengan terus mengejar atau mengikuti kepentingan diri mereka (selft-interest) setiap individu akan dibimbing oleh tangan-tangan tak terlihat untuk meningkatkan kepentingan publik.