Jumat, 16 Desember 2011

Jean-Baptiste Say; Smith dari Perancis


Jean-Baptiste Say; Smith dari Perancis[1]
Oleh: Andi Tri Haryono[2]

Setelah kita mendiskusikan dan mencoba mengarungi anasir-anasir pemikiran sang professor dari skotlandia, tibalah saatnya kita untuk mencoba mengarungi samudra pemikiran pemikir ekonomi klasik lainnya pasca Adam Smith. Sebelum terlalu jauh menggali dan mengarungi pemikiran para tokoh setelah Smith, perlu kita ingat kembali bahwa dogma tentang laissez faire banyak memberikan pengaruh yang sangat besar, bahkan dogma laissez faire yang terkandung dalam The Wealth of Nations menjadi semacam dermaga untuk semua pemikir ekonomi klasik dalam melabuhkan pemikiran-pemikirannya. Dari sinilah berbagai macam penggalan-penggalan sejarah tercatat.
Sejarah telah menorehkan catatanya, bahwa magnum-opus sang professor skotlandia tersebut banyak di gemari oleh pemikir ekonomi klasik setelahnya, salah satunya adalah Jean-Baptiste Say. Ekonom asal prancis tersebut memang sudah akrab dengan The Wealth of Nations, selain JB-Say masih banyak lagi ekonom-ekonom lainnya yang menjadi derivat-derivat penganut aliran ekonomi klasik seperti Thomas Robert Malthus, Frederick Bastiat, dan David Ricardo meskipun ketiganya memiliki cara pandang yang berbeda dalam pemikiran.
Pada tulisan ini saya mencoba mengawali persinggahan ke dermaga pemikiran Jean- Say terlebih dahulu, sebelum menuju pada pemikir-pemikir lainnya. JB-Say memang merupakan ekonom yang berpengaruh kala itu, karena untuk kali pertamanya dari konstruksi pemikirannya lahirlah  tentang teori nilai alternative JB-Saya juga memperkenalkan hukum pasar Say, selain itu juga Say lah orang yang pertama kali memunculkan istilah “entrepreneur” ke permukaan. Tentunya akan ada beberapa kesaksian terkait sumbangsih dari tokoh yang satu ini, yang nanti akan kita coba bahas satu per satu.
Sebuah manuskrip yang pertama kali Say tulis yang, menjadi kesaksian intelektual Say, karya monumental tersebut adalah Treatise on Political Economy yang di terbitkan pada tahun 1803. Tidak dapat disangkal bahwa magnum-opus tersebut menjadi sebuah buku ajar yang wajib di baca dan di miliki oleh para pengajar serta mahasiswa di Eropa dan Amerika kala itu.
I
Tentang Jean-Baptiste Say

Maestro Ekonomi yang satu ini, merupakan tokoh yang teramat penting dalam skrip drama sejarah pemikiran ekonomi Perancis bahkan dunia. JB-Say lahir di kota Lyon, Perancis pada 5 Januari 1767, dia adalah anak sulung dari tiga bersaudara[3] ia dilahirkan dan dibesarkan dari keluarga saudagar yang ber latar agama protestan yang taat. Jean-Baptiste Say kecil memang sudah menampakan sisi-sisi kecerdasannya, dengan melihat potensi yang dimiki oleh Say, maka ayahnya (Jean-Etienne Etienne Say) berusaha memberikan arahan agar ia memiliki latar belakang pendidikan yang kuat. Maka pada usia 9 tahun Jean-Etienne Etienne Say mendaftarkan putranya Say pada sebuah sekolah asrama, yang dikelola oleh dua imigran italia yaitu Giro dan Gorati, upaya ayahnya tersebut bertujuan agar, ia memiliki dedikasi dalam pendidikan dan keilmuan, sebagai upaya untuk mengimbangi studi tentang pemahaman agama yang terkenal kolot pada masa itu[4]. Ruang pendidikan formal itulah yang membuat Say menemukan sebuah kedalaman pemahaman dan ketertarikannya terhadap science. Namun karena kesulitan ekonomi, maka dengan sangat terpaksa dia harus keluar dari pendidikan formalnya.
Terpaan kesulitan ekonomi tidak membuat Say memiliki krisis haparan untuk meretas se-utas rajutan mimpi yang kelak akan ia garap di kemudian hari. Ini dibuktikan ketika ayahnya kemudian mengirim Say dengan saudaranya Horace ke Inggris pada tahun 1785 untuk mempelajari bahasa Inggris dan untuk mempelajari studi dibidang industri komersial, terutama yang berhubungan dengan fashion yang sedang di gandrungi oleh kaula muda kala itu.
Alur cerita yang terbentuk di Inggris ternyata banyak memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap pemikiran Say, hal tersebut patut di-amini karena pada waktu itu Inggris sedang berada dalam sebuah transformasi peradaban besar, yaitu revolusi industri yang memberikan celah yang sangat lebar dalam kontestasi tekno-science dan indutri. Selain itu juga di Inggris Say mulai mengenal karya Adam Smith (The Wealth of Nations) yang kelak akan banyak memberikan influence yang sangat berarti dalam pemikiran Say.
Selama di Inggris juga Say selalu bermasalah dengan kondisi krisis keuangan yang terus-menerus mendera, hal tersebut dikarenakan Say tidak memiliki pekerjaan yang tetap selama di Inggris, sehingga kondisi tersebut kemudian memaksa dia kembali ke Paris untuk menemani keluarganya. Berangkat dari titik inilah, dia mengawali karirnya sebagai karyawan di perusahaan asuransi pada tahun 1787.     
J-B Say merupakan salah satu ekonom yang hidup di masa-masa sulit[5]. Pada usia 15 tahun pada puncak revolusi perancis Say sudah nampak sebagai seorang pemikir yang kritis, karena pada usia tersebut sosok Jean-Baptiste Say telah dipengaruhi oleh Autobiography Benjamin Franklin, ketertarikannya pada Franklin cukup beralasan, karena dalam tulisan-tulisannya dia selalu menekankan pada model prinsip Warga Negara yang selalu mengutamakan penghematan, pendidikan serta aspek moralitas dalam kehidupan bermasyarakat[6]. Sebagian karirnya dia habiskan pada sektor privat dan publik, diantaranya adalah di dunia perbankan, asuransi, bekerja di media massa, serta dalam sektor manufaktur.

Penentang Kebijakan Napoleon
Keseriusan JB-Say untuk dinobatkan menjadi seorang pemikir terbukti, manakala dia berhasil menelurkan buah pemikirannya dalam sebuah manuskripnya yaitu Treatise on Political Economy pada tahun 1803, dengan diterbitkannya buku tersebut JB-Say benar-benar menjadi malapetaka bagi kehidupan dan karir pribadinya kala itu, ia seperti berada dalam sebuah labirin yang menjeratnya dalam sebuah keadaan yang sangat rumit. Hal tersebut dikarenakan Say benar-benar mendapatkan tekanan dari rezim Napoleon yang sedang berkuasa kala itu. Napoleon sangat geram karena, dalam Treatise on Political Economy banyak menyuarakan kritikan yang berhubungan dengan kebijakan-kebijakannya, bahkan peredaran manuskrip tersebut juga dilarang.
Kritik tajam yang JB-Say terhadap pemeritahan Napoleon terkait kebijakan pemberian kredit kepada publik yang berimplikasi kepada pemborosan Negara, kritik tersebut juga ia alamatkan pada para penulis-penulis dan pemikir ekonomi politik  kala itu. Di dalam Treatise on Political Economy, ia mengungkapkan:
Public credit affords such facilities to public prodigality, that many political writers have regarded it as fatal to national prosperity. For, say they, when governments feel themselves strong in the ability to borrow, they are too apt to intermeddle in every political arrangement, and to conceive gigantic projects, that lead sometimes to disgrace, sometimes to glory, but always to a state of financial exhaustion; to make war themselves, and stir up others to do the like; to subsidise every mercenary agent, and  deal in the blood and the consciences of mankind; making capital, which should be the fruit of industry and virtue, the prize of ambition, pride, and wickedness. These are by no means hypothetical cases: but the reader is left to make the application himself  (Say 1880: 483; 1803, II:528-9)[7].

Pernyataan Say di atas laksana hujaman beribu anak panah, yang mangarah kepada para penulis (pemikir) ekonomi politik (political writer) yang telah mendukung setiap kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah Napoleon kala itu terkait dengan kebijakan pemberian fasilitas kredit kepada publik. Selain pada rezim Napoleon, kecaman Say juga tertuju pada (pemikir) ekonomi politik yang berbeda pandangan dengan dia. Kritik di alamatkan kepada sohibnya yaitu David Ricardo, Thomas Malthus dan John Struart Mill. Mereka (ekonom) tersebut memang hidup se-zaman bahkan bisa dibilang teman dekat, akan tetapi selalu berseberangan dalam berfikir tidak pernah bersepakat dalam berbagai persoalan.
Kala itu, karir intelektual Say memang tidak dapat di sangkal lagi, ekonom klasik yang satu ini telah memberikan banyak kontribusi dalam perkembangan ilmu ekonomi, kontribusi Say tersebut diantaranya adalah, apa yang sering kita kenal dengan hukum pasar Say, tentunya akan kita bahas nanti.  




Kritik Say terhadap pemerintahan Napoleon juga tegaskan terkait dengan kebijakan-kebijakan pemerintahan Napoleon, kritik tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut ini:
A nation, which has the power to borrow, and yet is in a state of political feebleness, will be exposed to the requisitions of its more powerful neighbours. It must subsidize them in its defence; must purchase peace; must pay for the toleration of its independence, which it generally loses after all; or per-haps must lend, with the certain prospect of never being re-paid[8]. Ibid…
         
Dalam sebuah buku sejarah pemikiran ekonomi yang ditulis oleh Gianni Vaggi and Peter Groenewegen, yang mengulas singkat biografi  dari JB-Say, dalam buku tersebut dikatakan bahwa JB-Say juga pernah menjadi salah satu pendukung revolusi Perancis, yaitu dengan bergabung dalam barisan atau volunteer pasukan sukarelawan pendukung revolusi di Perancis pada tahun 1792[9]. Pada tahun 1799, Say telah menjadi anggota Consulate, tetapi ketidak setujuannya terhadap sistem pemerintahan Napoleon, yang membuat karirnya berakhir pada tahun 1803.
Kemudian dia hijrah ke sebuah kota kecil Northern, Perancis, di kota kecil tersebut Say mempersiapkan proyek pribadinya yang terkait rencananya untuk membangun usaha pemintalan kain (cotton-spinning), proyek pribadi tersebutlah yang mengasah dan membangun mental JB-Say menjadi seorang entrepreneur. Kemudian pada tahun 1813 setelah tumbangnya rezim pemerintahan Napoleon, ia memutuskan kembali lagi ke Paris[10].
Pada tahun 1815 ia mulai menjadi seorang dosen ekonomi politik[11] kemudian Say dikukuhkan menjadi profesor ekonomi industrial di Universitas De Frace, Paris pada tahun 1830[12]. Sebelum menapakan karirnya dalam dunia akademik dia pernah bergabung dan bekerja dalam perusahaan asuransi seperti yang sudah saya jelaskan di atas.

Kritik Say terhadap Matematika Ekonomi
Perdebatan terkait pandangan pendenkatan ilmu matematika dalam menguarai berbagia macam gejala-gejala sosial, ekonomi dan politik ternyata memang sangat melelahkan bahkan menguras banyak energy dan fikiran kita. Tentunya kita menyadari bahwa ekonomi tidak dapat mengelak dan menyangkal adanya dominasi kuantifikasi, ilmu ekonomi hari ini memang sedang dan sangat di sibukan dengan berbagai macam rangkaian serta model pendekatan matematika dan fisika. Tidak dapat disangkal bahwa ilmuwan-ilmuwan ekonomi sekarang, seolah-olah menjadikan matematika yang didalamnya harus melalui tahap statistik menjadi satu-satunya jalan menuju rasionalitas sebuah ilmu pengetahuan. Membincang tentang dominasi ilmu kuantifikasi dalam ilmu sosial memang kian menambah semarak kontestasi pada sosial humaniaora. Pada abad ke 18 juga, para ilmuwan sosial berbondong-bondong untuk dinobatkan menjadi Newton pertama dalam ilmu sosial.
Dari sudut pandang berbeda, jikalau kita mencoba menengok kembali pada proses sejarah yang telah menorehkan ceritanya, bahwa proses laju kembangnya ilmu pengetahuan banyak dipengaruhi oleh kuantifikasi matematika fisika. Sebagai contoh kita dapat menengok bahwa pembangunan arsitektur-arsitektur kuno di Romawi, Yunani, Italy dan Mesir telah menjadi saksi sejarah, yang tentunya tidak luput dari peran perhitungan matematika dan fisika tersebut. Bukti fisik tersebut juga menjadi tonggak awal lahirnya ilmu manajemen. Dalam sejarah perkembangan ilmu manajemen, proses berdirinya piramida di Mesir dan pembangunan pusat kota perdangangan di Venice Italy pada tahun 1400, adalah merupakan refleksi dari persekutuan antara ilmu Matematika, Fisika dan Manajemen tentunya. Untuk lebih jelasnya silahkan lihat catatan kaki yang penulis ambil dari buku Management yang ditulis oleh Stephen P. Robbins, Mary Coulter[13].
Perdebatan tersebut tidak serta merta lahir dari ruang-ruang pemikiran ekonomi hari ini, akan tetapi perdebatan semacam itu juga telah muncul pada era pemikiran ekonomi klasik. Pasca Adam Smith juga, perdebatan terkait pendekatan matematika dalam ilmu ekonomi sangat sengit. JB-Say merupakan salah satu contoh ekonom yang menentang keras terkait matematika ekonomi, ia menganggap adanya cacat dalam matematika ekonomi dan statistika. Mark Skousen dalam The Making of Modern Economics The Lives and the Ideas of the Great Thinkers berpendapat bahwa:
“Say demonstrated the subjective nature of supply and demand, and how price and elasticity of demand can never be precisely predicted. In other words, economics is a qualitative, not a quantitative, science, and therefore not subject to “mathematical calculation”[14].

Diskursus yang di lontarkan oleh Say, laksana sebuah bola api panas yang di luncurkan di tengah medan kontestasi ilmu pengetahuan kala itu yang didominasi oleh rezim matematika ekonomi. Sebuah resiko yang sangat berbahaya ditempuhnya, ia bahkan mengangap sahabatnya Ricardo sangat gegabah dalam menempatkan ilmu matematika dalam domain ekonomi. Namun kita patut memberikan beribu penghargaan untuknya, karena dia berani melontarkan sebuah premis yang dapat dipertanggung jawabkan.    
Penilaian Marks Skousen terhadap Say memang sebuah kenyataan yang tak terbantahkan, Say memang seorang yang benar-benar menentang metode pendekatan matematika dalam ekonomi. Kita dapat mengenali bagaimana sosok Say melakukan perlawanannya  dengan melihat dari beberapa surat-suratnya yang diperuntukan kepada kawannya Robert Malthus (Letters to Mr. Malthus), ada 5 surat yang dia kirimkan, surat tersebut kemudian dibukukan, edisi pertama terbit pada tahun 1821 dengan Translator John Richter.   
Kritik yang dilontarkan oleh Say yang tersirat dalam surat tersebut memang dialamatkan kepada sahabat-sahabatnya yang terlanjur menjadikan matematika sebagai sebuah jalan fikiran mereka, pada kesempatan tersebut Say mengatakan:
Mr. Mill, and Mr. Ricardo," you say, " the principal authors of the new doctrines on profits, appear to me to have fallen into some fundamental errors on this subject. In the first place they have considered commodities as if they were so many mathematical figures, or arithmetical characters, the relations of which were to be compared, instead of articles of consumption, which must of course be referred to the numbers and wants of the consumers. (Jean-Baptiste Say, 1821, Letters to Mr. Malthus, Letter I:10)[15]
Say menganggap bahwa kesalahan fatal yang di lakukan oleh para sohibnya itu menandakan adanya cacat dalam anatomi tubuh ilmu pengetahuannya (body of knowledge). Realitas tersebut dapat dilihat dalam beberapa litersi yang di tulis oleh Ricardo, Malthus manakala kedua pemikir tersebut benar-benar menjadikan matematika ekonomi sebagai pijakan awal untuk menju pada sebuah jalan rasionalitas ilmu. Bahkan hingga detik ini, diskursus yang dilontarkan oleh Say masih sangat relevan. Para ekonom, para dosen, bahkan professor-profesor di berbagai universitas di belahan dunia, masih menggangtungkan nasib intelektualnya pada deretan angka-angka statistik yang menjadi salah satu alat untuk menguji kesahihan sebuah ilmu pengetahuan. Padahal kompleksitas sebuah ilmu pengetahuan, khususnya ilmu pengetahuan sosial tidak serta merta dapat di ukur dengan deretan angka-angka statistic yang belum tentu menjawab problem-problem sosial.   
Mari kita renungkan, bagaimana permitaan dan penawaran, serta elastisitas harga bahkan perilaku konsumen hanya dideskripsikan melalui angka-angka statistik? Para ekonom tersebut juga dengan sengaja menafikan berbagai konsep yang terkait aspek sosial, politik, psikologi, berbagai macam perspektif ilmu sosial humaniora lainnya bahkan filsafat. Memberi agregasi melalui angka-angka untuk menguraikan berbagai macam fenomena sosial ekonomi, adalah sebuah kerja intelektual dan pemikiran yang sangat serampangan. 
Perdebatan terkait hegemoni kuantitatif dalam ilmu ekonomi, sampai sekarang masih membara bahkan tak berujung. Jajaran angka-angka dalam statistih seolah menjadi sebuah dogma tak terbantahkan. Bahkan dalam sebuah artikel yang di tulis oleh Soetjipto Wirosardjono dalam jurnal Prisma edisi 10 1984, sepertinya membawa pada peng-kultusan terkait statistika yang berubah menjadi sebuah mitos baru dalam ilmu pengetahuan. Diskursus yang dikumandangkan dalam artikel tersebut, tentunya kian memperkokoh singgasana matematika ekonomi. Statistika dapat dikatakan secara sederhana sebagai ilmu yang mempelajari seluk beluk angka yang mengandung informasi[16]. 
Saya disini hanya berusaha menawarkan catatan akan adanya premis yang mengatakan bahwa, rasionalitas ekonomi setali tiga uang dengan rasionalitas matematika dan fisika. Hal tersebutlah yang menyebabkan ilmu ekonomi menjadi sebuah ilmu yang sangat kering, dangkal dan absen dari pendekatan nilai-nilai filsafat, sejarah bahkan disiplin ilmu sosial yang lainnya. Ekonomi hanya menjadikan matematika (statistik) dan fisika menjadi sebuah kolektifitas untuk menuju pada jalan rasionalitas. Kemudian saya hanya mencoba membincangkan perdebatan tersebut melalui sebuah jembatan, yaitu dari pemikiran JB-Say, untuk menguraikannya dari perfektif sejarah filsafat ekonomi. Saya tidak dapat memaksa pembaca untuk melakukan perlawanan terhadap ekonomi matematika, tetapi saya berusaha melontarkan sebuah diskursus yang tentunya sedang ada di hadapan kita semua. Untuk tafsir dan pilihan semuanya aku serahkan kepada pembaca.

Hukum Pasar Say
Say memang patut dijadikan seorang pemikir ekonomi yang merubah pandangan ekonomi dunia. Pendapat itu beralasan karena saya menyadari, bahwa begitu besar jasa seorang Say terhadap laju ilmu ekonomi, kali ini ia buktikan melalui hukum pasar yang ia temukan. Hukum pasar Say sering di kutip dengan “penawaran menciptakan permintaannya sendiri” pendapat tersebut biasa di kutip oleh Keynes. Mark Skousen menganggap bahwa Keynes telah men-distorsi hukum tersebut. Itu karena John Meynard Keynes sendiri yang telah mendefinisikan hukum pasar Say sebagai “penawaran menciptakan permintaannya sendiri” dalam The General Theory (1973: 18)[17].    
Pendapat tersebut yang akhir-akhir ini, banyak di kecam oleh para ekonom di se-antero jagat dan dianggap sebagai sebuah pendapat Keynes yang cacat secara permanen, yang diakibatkan salah dalam menafsirkan apa yang Say maksud dalam hukum pasarnya. Pada kesempatan yang sama juga Mark Skousen meringkas hukum pasar Say sebagai berikut:
Penawaran X menciptakan permintaan untuk Y, kemudian Say menilustrasikannya melalui kasus panen petani. Say menganalogikan: The greater the crop, the larger are the purchases of the growers. A bad harvest, on the contrary, hurts the sale of commodities at large”[18].

Pada dasarnya Say sangat menentang dokrin tentang kelangkaan uang, dia berpandangan bahwa yang menciptakan bukanlah uang melainkan produk dan jasa yang ada di pasaran. Pendapat dan perjuangan Say telah banyak mempengaruhi para ekonom Austrian kelak, yang mudah-mudahan kita akan mendiskusikannya lagi pada pertemuan-pertemuan kedepan.

Pendapat Say tersebut yang terkait dengan dokrin kelangkaan uang tersebut ia utarakan dalam bukunya pada Bab 15, ia mengatakan bahwa:
Sales cannot be said to be dull because money is scarce, but because other products are so…. To use a more hackneyed phrase, people have bought less, because they have made less profit[19].
Prinsip itulah yang disemaikan oleh para pemikir-pemikir aliran Austrian termasuk, Mises, Hayek, Rothbard dll. Pendapat itu juga setidaknya menegasikan bahwa, ia mendambakan adanya sebuah masyarakat yang menyadari akan pentingya melakukan proses produksi, sepert melalui upaya untuk terjun dalam dunia entrepreneur seperti yang telah Say sarankan.
Singkatnya kita dapat mencoba memahami apa yang Say konsturksikan dalam hukum pasarnya tersebut, menurut Kates (1998:29), secara ringkas hukum pasar Say adalah sebagai berikut:
1.      Sebuah Negara tidak bisa memiliki terlalu banyak capital.
2.      Investasi adalah basis dari pertumbuhan ekonomi.
3.      Konsumsi tidak akan membawa pada kekayaan, tetapi konsumsi bahkan juga dapat menghambat penambahan kekayaan.
4.      Permintaan disebabkan oleh produksi.
5.      Kekurangan permintaan (over produksi) bukan penyebab gangguan perekonomian. Gangguan dalam perekonomian akan muncul hanya jika, barang tidak diproduksi dalam proporsi yang tepat satu sama lain[20]. 
 
Say memperkenalkan istilah Entrepreneur
Kita mengenal istilah Entrepreneur biasanya hanya melalui media, bangku-bangku kuliah dan ruang-ruang publik lainnya, akan tetapi kalau kita mencoba merunut secara historis istilah tersebut kali pertamanya diperkenalkan oleh J-B Say. Secara epitemologi istilah ini berasal dari bahasa Perancis, yang artinya orang yang menjaga atau mengurus kuburan, akan tetapi karena punya banyak makna maka kata itu bisa juga diartikan sebagai petualang (adventurer), petualang dalam artian adalah orang yang berusaha melakukan ekspansi di wilayah-wilayah produksi ataupun orang yang memiliki capital, sehingga mereka memiliki kemampuan untuk mengolah potensi yang mereka miliki dan menjadi faktor-faktor produksi.
Perbedaan antara Adam Smith dengan JB-Say adalah, jika kita mengenal sosok Smith ia hanya merupakan personal yang bekerja di wilayah pemikir, kalupun bekerja Smith hanya pernah bekerja di wilayah-wilayah sektor publik (pajak). Akantetapi kalau kita melihat latar belakang Say nampak berbeda dengan Smith, selain pemikir, Say juga merupakan seorang praktisi bisnis. Kemampuan ia untuk menekuni dunia bisnis atau ber-entrepreneur teruji manakala dia mendirikan dan mengurus sebuah pabrik pemintalan kain (cotton-spinning), proyek pribadi tersebutlah yang mengasah dan membangun mental JB-Say menjadi seorang entrepreneur seperti yang telah saya singgung di atas.
Kenapa Say menekankan pada aspek entrepreneur atau adventurer, itu karena dalam wilayah ini dimungkinkan masyarakat akan lebih produktif sehingga mereka tidak berpangku tangan pada apa yang telah pemerintah atau Negara berikan, sehingga dari sinilah akan lahir kekuatan politik dan ekonomi masyarakat. Terkait idenya tersebut Say ber-pendapat bahwa:
When capital or land, or personal service, is let out to hire, its productive power is transferred to the renter or adventurer in production, in consideration of a given amount of products agreed upon beforehand[21].
Begitu besarnya sumbangsih se-orang Say dalam dunia ekonomi, maka sudah sepantasnya dia memeiliki tempat tersendiri dalam ruang sejarah pemikiran ekonomi. Saya beranggapan bahwa tesis yang saya angkat dalam tulisan ini (Jean-Baptiste Say; Smith dari Perancis) menjadi sebuah hal yang jangan sampai di sangkal, karena Say juga saya rasa merupakan jelmaan Adam Smith, meskipun mereka lahir dari perbedaan ruang dan waktu. Say tak kalah pentingya dengan Adam Smith dan layak untuk kita perbincangkan dan diskusikan pemikiran-pemikirannya.

Semarang, 15 Desember 2011
Salam…..
        
       


[1] Disajikan Sebagai Lanjutan Diskusi Economic Thought Corner, Kamis 14-12-2011 di Rumah Singgah Dewa Orga JL. Lamongan Barat II/80, Sampangan, Semarang.
[2] Mahasiswa Pasca Sarjana Magister Manajemen Undip
[3] Lihat Evelyn L.Forget, The Sosial Economics of Jean- Say Markets and virtue, Routledge, New York, 1991, p 12.
[4] Evelyn L.Forget, ibid, p 13.
[5] Menurut salah satu biografi yang ditulis oleh Palmer (1997) mengungkapkan bahwa dalam usia 65 tahun, J-B Say menyaksikan revolusi Amerika dan Perancis, kekuasaan politik Napoleon, dan hidup di awal revolusi industry. Lihat  Mark Skousen, “The Making of Modern Economics The Lives and the Ideas of the Great Thinkers”, kemuadian dialih bahasakan oleh Triwibowo BS, judul buku itu menjadi “Sang Maestro Teori-teori Ekonomi Modern: Sejarah Pemikiran Ekonomi”, Prenada, Jakarta, Edisi 3, 2009, page 59.     
[6] Lihat  Mark Skousen, “The Making of Modern Economics The Lives and the Ideas of the Great Thinkers”, M.E. Sharpe, New York, 2001, p 49.
[7] Kurang lebih saya coba menerjemahkan demikian: Pembemberian fasilitas kredit publik tersebut (berimplikasi) kepada pemborosan publik, bahwa banyak penulis buku ekonomi politik memberikan saran fatal terkait kemakmuran nasional (melalui pemberian kredit tersebut). Karena kata mereka, ketika pemerintah merasa dirinya kuat dalam kemampuan untuk memberi pinjaman, mereka terlalu cenderung ikut campur dalam setiap kebujakan politik, untuk menyusun proyek-proyek raksasa mereka, yang kadang-kadang menyebabkan sebuah hal mencelakakan, juga kadang-kadang untuk kemuliaan, tapi (pada dasarnya) selalu membiarkan mereka (masyarakat) pada keadaan kelelahan keuangan, membiarkan mereka untuk berperang (dengan dirinya) sendiri, dan membangkitkan orang-orang (masyarakat) untuk melakukan tindakan seperti; mensubsidi setiap agen tentara bayaran, dan kesepakatan dalam darah dan hati nurani manusia; membuat modal, yang harus menjadi buah industri dan kebajikan, hadiah dari ambisi, kebanggaan, dan kejahatan. Ini tidak berarti kasus-kasus hipotesis, tetapi pembaca dibiarkan untuk membuat pilihan sendiri.(kata dalam kurung ditambahkan oleh penulis), bebih jelasnya, Lihat Jean-Baptiste Say, 1880, A Treatise on Political Economy; or the Production, Distribution, and Consumption of Wealth, yang di alih bahasakan dalam bahasa Inggris oleh  C. R. Prinsep, M. A, Batoche Books, Canada, 2001, p 254.
[8] Kurang lebih Say mengatakan dalam bukunya: Sebuah bangsa, yang memiliki kekuatan untuk meminjam (berhutang), adalah keadaan Negara lemah secara politik, Negara tersebut akan terkena rekuisisi (meminjam hutang) dari Negara tetangga yang lebih kuat. Yang harus mereka subsidi mereka untuk pertahanan; harus membeli perdamaian; harus membayar untuk toleransi terhadap kemerdekaannya, yang umumnya kehilangan setelah semua, atau per-Barangkali, harus meminjamkan, dengan prospek tertentu yang tidak pernah dibayar kembali. Jean-Baptiste Say, Ibid p 254.
[9] Gianni Vaggi and Peter Groenewegen, A concise history of economic thought: from mercantilism toMonetarism, Palgrave Macmillan, New York, 2006, p 119.
[10] Gianni Vaggi and Peter Groenewegen, ibid p 119.
[11] Lihat Steven G. Medema dan Warren J. Samuels dalam “The History of Economic Thought: A Reader” Routledge, London, 2003, p 245.
[12] Ibid..
[13] Dalam buku tersebut telah menegaskan bahwa: The Egyptian pyramids and the Great Wall of China are proof that projects of tremendous scope, employing tens of thousands of people, were completed in ancient times. It took more than 100,000 workers some 20 years to construct a single pyramid. Who told each worker what to do? Who ensured that there would be enough stones at the site to keep workers busy? The answer is managers. Someone had to plan what was to be done, organize people and materials to do it, make sure those workers got the work done, and impose some controls to ensure that everything was done as planned. Another example of early management can be found in the city of Venice, which was a major economic and trade center in the 1400s. The Venetians developed an early form of business enterprise and engaged in many activities common to today’s organizations. For instance, at the arsenal of Venice, warships were floated along the canals, and at each stop, materials and riggings were added to the ship. Sounds a lot like a car “floating” along an assembly line, doesn’t it? In addition, the Venetians used warehouse and inventory systems to keep track of materials, human resource management functions to manage the labor force (including wine breaks), and an accounting system to keep track of revenues and costs. Lihat Stephen P. Robbins, Mary Coulter, Management, Pearson Education, New Jersey, 2011, p 28.
[14] Mark Skousen berpendapat bahwa: Say mendemosntarsikan sifat subjektifitas dalam penawaran dan permintaan, dan bagaimana harga serta elastisitas permintaan tidak dapat di prediksi secara pasti. Dengan kata lain, ekonomi adalah ilmu kualitatif bukan kuantitatif, dan karenanya tidak tunduk pada “kalkulasi matematika”.  Opcit  Lihat  Mark Skousen, 2001, p 51.
[15] Dalam surat yang Say kirimkan kepada kawanya Robert Mathus, Say memberikan peringatan dan hujatan terhadap ketiga kawannya yang meng-amini pendekatan model matematika dalam ilmu ekonomi. Kutipan di atas caba saya terjemahkan sebagai berikut: Mr Mill, dan Mr Ricardo, "Anda mengatakan,"  dalam penulisan (yang anda tekankan pada) doktrin-doktrin baru tentang keuntungan muncul, saya telah jatuh ke dalam beberapa kesalahan mendasar pada subjek ini. Pada bagian pertama mereka telah dianggap komoditas seolah-olah mereka (gambarkan) begitu banyak (dengan model) matematika, atau (dengan gambaran) arithmetical, (akantetapi) hubungan-hubungan yang akan dibandingkan, bukan (pada) barang konsumsi dan keinginan konsumen, yang harus dirujuk pada angka-angka.
[16] Dalam sebuah artikel Statistika dalam Perspektif Ilmu yang tulis oleh Soetjipto Wirosardjono yang dimuat dalam jurnal Prisma, edisi 10, 1984. Soetjipto mengungkapkan bahwa fungsi statistika dalam telaah ilmiah sebagai berikut: pertama statistika sebagai ilmu meminati untuk mendapatkan pemahamancorak keragaman untuk nilai hasil pengukuran…..yaitu melalui bentuk variability. Kedua statistika juga meminati untuk menurunkan generalisasi atau gambaran umum tentang perilaku kumpulan angka…disini akan dicari satu angka yang mewakili angka-angka yang bayak itu secara baik (measures of centeral tendency). Ketiga statistika berusaha mengembangkan sarana yang memudahkan telaah dengan cara mendeskripsikan data secara baik dan gampang…menggambarkannya dengan grafik, chart, dll. Keempat statistic berusaha merancang tatacara pengukuran, agar terjadinya keadaan obyektif yang dikehendaki. Kelima dan menjadi jantung kedudukan statistic sebagai ilmu terhormat dalam deretan ilmu lainnya adalah kemampuannya untuk menarik kesimpulan statistic (statistical influence) untuk keadaan yang diteliti, hanya berdasarkan pengukuran atas sejumlah contoh atau sampelnya yang sangat terbatas.            
[17] Keynes mengatakan: Actually, it was John Maynard Keynes, not Say, who defined Say’s law as “Supply creates its own demand” in  The General Theory (1973: 18)  Lihat  Mark Skousen, 2001, opcit, p 54.
[18] Say menganalogikan bahwa: Semakin besar hasil panen para petani, maka akan semakin besar pula jumlah pembelian yang akan dilakukan oleh petani. Sebaliknya panen yang buruk (menurunya jumlah panen) akan mengurangi penjualan suatu komuditas pada umumnya. Lihat Jean-Baptiste Say, 1880, opcit, 57.
[19] Say mengatakan bahwa: penjualan tidak bisa dikatakan lamban karena kelangkaan uang, tapi karena produk lainnya juga mengalami penurunan…atau menggunakan prase atau istilah yang sering di ungkapkan, orang akan sedikit untuk membeli karena mereka hanya sedikit mendapatkan keuntungan. Lihat Jean-Baptiste Say, 1880, ibid p 57.  
[20] Lihat Lihat  Mark Skousen, 2001, opcit, p 57.
[21] Say mengatakan: Ketika modal, tanah, atau orang yang memberikan jasa, pergi dari sini, itu akan berubah menjadi kekuatan produksi renter (orang yang menyewakan) atau (disebut sebagai) adventurer (entrepreneur) dalam produksi, ia akan memberkan perhatian (penekanan) dalam memberikan kesesuaian (pertumbuhan secara cepat). Lihat Jean-Baptiste Say, 1880, opcit, p 162.